Hidupku
Adalah Hari Ini
Kehidupan
memang tak selamanya menyenangkan, terkadang kita harus merasakan akibat dari
kebiasaan buruk kita, seperti yang aku alami.
Eka,
begitulah orang-orang memanggilku. Aku tinggal bersama kedua orang tua dan
seorang adik yang bernama Irul. Kami tinggal di sebuah desa di kota Surabaya.
Usiaku
baru beranjak 15 tahun, usia yang sangat labil tentunya. Usia 15 tahun itu
adalah masa-masa puber. Kata orang-orang, remaja usia ini, sifatnya egois.
Begitupun dengan aku, orang tuaku bilang sifatku buruk. Aku pun menyadari bahwa
sifatku memang buruk. Jika aku sudah merasa gagal, rasa malas melanda
pikiranku.
Hari-hari
ku jalani dengan setulus hati, namun terkadang
masalah kehidupan membuatku malas. Meskipun aku mempunyai sifat pantang
menyerah dan terus bersemangat dalam melakukan sesuatu. Namun yang namanya
manusia pasti selalu ada kekurangan. Begitulah aku, jika sesuatu yang telah aku
impikan dan aku usahakan dengan susah payah tidak tercapai. Aku langsung lemas
dan tidak berdaya, aku merasa hidup ini tak adil. Ingin rasanya aku bangkit dan
berjuang lagi. Namun semangatku seolah terkalahkan oleh perasaan malasku.
Terkadang akal sehatku pulih kembali. Pada saat itulah aku mulai membangun
rencana untuk mimpi baruku. Ya begitulah manusia, wataknya suka edan eling.
Pernah
suatu hari, aku terdiam dan introspeksi diri. Dalam renunganku, ku tuliskan
sebuah kata-kata yang sengaja aku susun untuk menyemangati hidupku. “mimpi itu
bagaikan bintang dilangit, maka pandangilah, meskipun bintang berjatuhan namun
bintang tak pernah habis bahkan lebih banyak dan lebih terang, begitupun dengan
kita, meskipun kita gagal hari ini, tapi marilah kita bersemangat untuk
meraihnya lagi, sebelum semuanya hilang.”
Inilah
caraku menyemangati hidupku. Aku harus semangat, semangat, dan semangat.
Sepertinya semangat saja tidak cukup. Ku rasa ada satu hal yang belum aku
pahami. Hatiku selalu bertanya-tanya. Sebenarnya apa salahku? Aku selalu
bersemangat untuk mendapatkan semua impianku, tapi mengapa aku tidak merasa
nyaman? Rasanya semangat di hati ini semakin sesak. Karena hidupku tetap saja
seperti ini. Perubahan yang kudapatkan pun tidak lebih baik, malah lebih buruk.
Ya Allah,, mengapa hidupku seperti ini? Dalam hati aku selalu menggerutu. Aku
tak mengerti, mengapa semangatku malah berakhir dengan penyesalan?. Seakan
waktu-waktuku hanya terbuang sia-sia. Aku bingung, tak berdaya, menyesal,
marah, perasaanku menumpuk menjadi satu. Aku lelah, sempat ingin ku menyerah.
Tapi semangatku untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik tak pernah padam.
Aku
terus mencoba untuk bangkit dari keterpurukan dan dari segala masalah yang
membebani hidupku. Ingin rasanya aku konsultasi dengan ibuki, namun aku merasa
malu, aku sudah banyak menyusahkannya. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk
pergi ke toko buku dan membeli beberapa buku untuk aku pelajari. Aku tertarik
pada buku yang berjudul MAN JADDA WAJADA. Buku ini menceritakan tentang perjuangan
hidup. Barang siapa yang bersungguh-sungguh dia akan menemukan jalannya.
“mungkin jika aku aku membaca buku ini aku bisa merubah kehidupanku” pikirku
dalam hati.
MAN JADDA WAJADA. Dilihat dari
judulnya saja sudah sangat menarik. Buku yang telah aku baca ini membuatku
sadar akan arti sebuah perjuangan. Sedikit demi sedikit aku mulai menerapkan
kurikulum yang ada dalam buku tersebut. Aku menjalaninya dengan penuh
kesungguhan.
Waktu terus berlalu, dan hari ini
adalah hari senin. Tepatnya pelajaran agamalah yang mengisi jam pertama. Sesuai
dengan tekatku untuk merubah kehidupan, akupun mengikuti pelajarn dengan
sungguh-sungguh. Ketika waktu pelajaran sudah hampir selesai, guru agamaku atau
yang biasa dipanggil Pak Zaini itu memberitahukan bahwa minggu depan ada
ulangan agama.
Berkata Pak Zaini,”anak-anak,
jangan lupa belajar. Minggu depan kalian ulangan harian agam. Jangan sampai
nilai kalian jelek lagi, terutama kamu Eka.”
Semua murid yang ada dikelas
serempak melihatku. Mungkin ulangan kemarin memang aku yang mendapat nilai
terendah. Yang lalu biarkan berlalu, saatnya membuka lembaran baru. Walaupun
nilai ulanganku kemarin tidak memuaskan, tapi aku yakin. Kali ini aku tidak
akan gagal. Aku harus bisa membuat kedua orang tuaku dan guruku bangga padaku.
Beberapa jam kemudian, bel berbunyi nyaring. Pertanda waktu istirahat dimulai. Seperti
bisa aku pergi ke kantin sambil membawa buku pelajaran untuk ku baca. Di
kantin, teman-temanku bertanya padaku.
“belajar nih?? Takut dapat nilai
jelek lagi ya...?” tanya Ifah.
“iya Fah, aku mau berubah jadi anak yang rajin”
jawabku.
“baguslah kalau begitu, semoga
sukses ya Ka...” kata Ifah menyemangati.
Tiba-tiba Sherly datang. Berkata
Sherly, “hati-hati Ka, kalau nilai kamu jeblok terus, bisa-bisa kamu gak naik
kelas. Hahaha, ada manusia yang bertelur” ejek Sherly.
Aku langsung naik pitam, lancang
sekali mulutnya berkata seperti itu. “ya jangan bilang gitu dong...!!! tau
nggak ?! perkataan itu adalah do’a. Jadi kamu jangan do’ain aku yang
enggak-enggak..!!” kataku dengan perasaan marah. Mendengar kata-kataku barusan,
Sherly langsung meminta maaf padaku. Aku pun dengan senang hati memaafkannya,
“mungkin dia khilaf” pikirku.
Beberapa lama kemudian, jarum jam
menunjuk angka 09.45. bel berbunyi pertanda waktu istirahat telah selesai. Aku
segera memasuki kelasku, ini adalah pelajaran Bahasa Indonesia. Guruku
menyuruhku dan teman-teman lainnya membuat serta membacakan puisi. Aku bingung,
karena aku tidak bisa membuat puisi apalagi membacakannya. Tapi aku terus
berusaha, hingga akhirnya giliranku maju ke depan untuk membacakan puisi
karanganku. Semua mata tertuju padaku, namun aku tetap percaya diri.
“maafkan aku
Yang selalu membuatmu bingung
Yang selalu membuatmu marah
Yang tak pernah membahagiakanmu
Hanya kata maaf yang bisa aku
ucapkan”
Begitulah
puisinya. Terserah guruku mau menilaiku seperti apa. Yang penting aku sudah
berusaha. Aku terdiam sambil memandangi guruku. Ia menggeleng-gelengkan
kepalanya. “sepertinya puisiku buruk” pikirku. Beberapa detik kemudian, guruku
bertanya,
“Eka, apa kamu tidak pernah
memperhatikan saya saat saya mengajar?”
“emm, memangnya kenapa Pak?”
jawabku.
“puisi kamu tidak terlalu buruk, tetapi
cara membacamu sangat acak-acakan. Itu tandanya kamu tidak pernah memperhatikan
saya” katanya dengan raut wajah yang kesal.
Aku pun jadi takut, “tapi Pak,
saya selalu memperhatikan saat Bapak mengajar” kataku mencoba membela diri.
“kalau kamu memperhatikan,
seharusnya kamu tahu tentang cara-cara membaca puisi” kata Pak Tio semakin
kesal.
“iya pak, saya mengaku salah.
Saya minta maaf” kataku dengan ekspresi yang memelas.
“baiklah, jangan diulangi lagi!!!!!”
kata Pak Tio memaafkanku.
Aku senang karena aku masih
diberi kesempatan kedua. Aku berjanji tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.
Seminggu menjelang ulangan aku
terus belajar belajar dan belajar. Hingga kini tiba saatnya aku berjuang untuk
nilaiku. Suasananya cukup menegangkan, tapi aku mencoba untuk santai dan
percaya diri. Keesokan harinya, guruku mengumumkan hasil ulangan kemarin.
Sialnya, semua yang aku targetkan tidak tercapai. Aku marah, kesal, mengeluh,
dalam hati ku berkata, “Allah tidak adil, kenapa? Padahal aku selalu belajar,
kenapa? Aku selalu bersemangat dan berjuang, tapi kenapa? Susah sekali
mendapatkan apa yang aku inginkan, tapi kenapa? Mereka dengan mudahnya
mendapatkan sesuatu.
Di tengah kegalauan hatiku, aku
menyendiri dalam beberapa minggu, biarkan saja aku bolos dan dihukum oleh guru,
aku tak sanggup bertemu siapa saja, jiwaku hancur, hatiku menjerit, seolah
meminta keadilan. Di sisi lain, sahabatku yang bernama Linda memberikan
semangat hidup untukku. Saat dia ada, aku seakan terlahir kembali.
Dalam waktu yang cukup lama,
akhirnya aku dapat melanjutkan hidupku kembali. Linda selalu mendampingiku
setiap harinya. Ia sangat perhatian dan tak pernah lelah dalam memotivasi
diriku. Dialah teman yang sangat mengertikan aku saat ini. Linda adalah teman
sekaligus tetanggaku. Kehidupannya sangat sederhana dan dia selalu ikhlas dalam
bekerja. Linda adalah gadis yang selalu tabah dan kuat.
Kegigihan Linda dalam menjalani
kehidupan membuatku mengerti apa arti hidup ini. Sedikit demi sedikit, aku
mulai belajar dari kehidupan Linda. Linda banyak memberikan pencerahan hidup.
Linda juga bercerita tentang kehidupannya padaku. Dan yang paling sering dia
ceritakan adalah tentang kedisiplinan dalam bekerja. Di tempat Linda bekerja,
kedisiplinan sangat diutamakan. Mulai dari masuk kerja, giliran jam istirahat,
sampai saat pulang. Ketepatan waktu selalu dinilai oleh bosnya, tidak
tanggung-tanggung, karyawan teladan akan mendapatkan bonus.
Mendengar kata karyawan teladan,
aku jadi penasaran. Dan akupun bertanya pada Linda.
“karyawan teladan itu apa ?”
tanyaku.
“karyawan teladan itu adalah
siswa yang disiplin, tepat waktu, tidak pernah bolos, bahkan selalu hadir dan
tentunya ulet bekerja” jawab Linda.
Aku semakin penasaran, berkata
aku,”lalu konsekuensinya bagaimana?” tanyaku lagi.
“konsekuensi karyawan teladan
teladan adalah diberikan bonus berupa tambahan gaji, sedangkan konsekuensi dari
siswa yang tidak disiplin dan malas adalah pemotongan gaji.” Jawabnya dengan
tegas.
Setelah mendengar penjelasan dari
Linda, kini aku sadar bahwa semua yang kita kerjakan pasti ada balasannya, baik
itu perbuatan baik maupun perbuatan buruk. Aku harus mencoba memperbaiki
hidupku, aku mulai mencoba disiplin dan tepat waktu. Meskipun merubah kebiasaan
buruk tak semudah membalikkan telapak tangan, tapi aku akan tetap berusaha.
Kehidupanku yang tadinya tak
karuan, kini menjadi lebih baik. Pekerjaan rumah tidak terlalu berat berkat
kedisiplinanku dalam membantu orang tuaku. Begitupun dengan pekerjaan sekolah.
Kini sekolah tidaklah terlalu rumit lagi. Karena setiap ada tugas aku selalu
disiplin mengerjakannya. Bukan hanya itu, aku yang dulunya selalu mendapat
nilai terendah. Kini aku mendapatkan peringkat tertinggi di sekolah. Semua ini
berkat kedisiplinanku. Aku tidak pernah terlambat sekolah lagi, selalu
mengerjakan tugas dan tentunya dia menjadi anak dan siswa teladan di
sekolahnya.
Beberapa hari kemudian, aku
menemui Linda dirumahnya. Aku ingin berterima kasih padanya, sungguh berharga
kata-katanya itu.
“terima kasih ya Lin, kamu telah
membuat hidupku menjadi lebih baik, meskipun dari kedisiplinanku ini tidak
membuahkan bonus seperti di tempat kerjamu, tapi aku mendapatkan bonus dari
Allah, sebuah perubahan hidup yang menjadikan aku lebih disiplin dan rajin.
Hingga akhirnya aku disayangi orang tua, guru-guru, dan sahabat-sahabatku.”
Kataku.
“Alhamdulillah, aku senang
melihat kehidupanmu yang sudah lebih baik.” Sahut Linda.
Aku dan Linda pun berpelukan dan
saling berterima kasih. Berkat pembelajaran sebuah kedisiplinan masalah bisa
sedikit terselesaikan. Dari pembelajaran ini, dapat ku simpulkan bahwa hidup
tidak akan pernah bisa berubah lebih baik jika kita tidak merubahnya. Aku
sadar, semangat dan perjuangan saja tidak cukup, harus disertai dengan
kedisiplinan. Hari mulai larut malam, aku pun tertidur dengan pulas.
Keesokan harinya, aku berangkat
sekolah seperti biasa. Kebetulan hari ini adaa pelajaran Bahasa Indonesia, yang
dipaparkan oleh Bapak Tio.
Bapak Tio menceritakan tentang
sebab akibat yang terjadi akibat kebiasaan kita. Dan Pak Tio berpesan agar kita
harus bisa memanfaatkan waktu. Satu kalimat yang aku ingat dari pesan Pak Tio
adalah, “HIDUPMU ADALAH HARI INI, manfaatkanlah sebaik-baiknya, dengan disiplin
dan bersemangat disertai dengan keikhlasan. Bayangkan bila waktu ini tidak kita
manfaatkan maka kita akan mendapat penyesalan.” Begitulah kata-kata Pak Tio.
Bagaikan berlian yang sangat indah dan bersinar, kata-katanya benar-benar
mencerahkan hatiku. Akan ku ingat selalu kata-katamu guruku.
Bel berbunyi dengan kerasnya,
pertanda waktu istirahat telah tiba. Aku dan kawan-kawanku beristirahat di
kantin. Aku membagikan pengalaman hidupku kepada teman-temanku. Aku
menyemangati mereka untuk menjadi lebih baik. Akhirnya aku dan kawan-kawanku
disiplin dan rajin, bahkan kami dapat mengharumkan nama sekolahku, bukan itu saja,
kedisiplinan pun membuat kami lebih bermanfaat.
Perjuangan, semangat,
kedisiplinan, pengalaman jatuh bangun demi meraih kehidupan yang lebih baik
telah aku terapkan, meskipun pertamanya gagal, tetapi akhirnya aku bisa bangkit
dari keterpurukanku. Dan kini aku dapat membawa perubahan tidak hanya pada
diriku. Namun pada kehidupan orang tuaku, teman-temanku, sekolahku dan
ingkunganku juga menjadi lebih baik.
Pepatah terakhir
Disiplin Itu Pangkal Sukses
Maka
disiplinlah jika kamu ingin sukses di masa depan.
“Penemuan terhebat dari masa ke masa
adalah bahwa kita dapat mengubah masa depan kita hanya dengan mengubah sikap
kita”
Selamat Disiplin