Sabtu, 28 September 2013

Cerpen sederhana



Hidupku Adalah Hari Ini
Kehidupan memang tak selamanya menyenangkan, terkadang kita harus merasakan akibat dari kebiasaan buruk kita, seperti yang aku alami.
Eka, begitulah orang-orang memanggilku. Aku tinggal bersama kedua orang tua dan seorang adik yang bernama Irul. Kami tinggal di sebuah desa di kota Surabaya. Usiaku baru beranjak 15 tahun, usia yang sangat labil tentunya. Usia 15 tahun itu adalah masa-masa puber. Kata orang-orang, remaja usia ini, sifatnya egois. Begitupun dengan aku, orang tuaku bilang sifatku buruk. Aku pun menyadari bahwa sifatku memang buruk. Jika aku sudah merasa gagal, rasa malas melanda pikiranku.
Hari-hari ku jalani dengan setulus hati, namun terkadang  masalah kehidupan membuatku malas. Meskipun aku mempunyai sifat pantang menyerah dan terus bersemangat dalam melakukan sesuatu. Namun yang namanya manusia pasti selalu ada kekurangan. Begitulah aku, jika sesuatu yang telah aku impikan dan aku usahakan dengan susah payah tidak tercapai. Aku langsung lemas dan tidak berdaya, aku merasa hidup ini tak adil. Ingin rasanya aku bangkit dan berjuang lagi. Namun semangatku seolah terkalahkan oleh perasaan malasku. Terkadang akal sehatku pulih kembali. Pada saat itulah aku mulai membangun rencana untuk mimpi baruku. Ya begitulah manusia, wataknya suka edan eling.
Pernah suatu hari, aku terdiam dan introspeksi diri. Dalam renunganku, ku tuliskan sebuah kata-kata yang sengaja aku susun untuk menyemangati hidupku. “mimpi itu bagaikan bintang dilangit, maka pandangilah, meskipun bintang berjatuhan namun bintang tak pernah habis bahkan lebih banyak dan lebih terang, begitupun dengan kita, meskipun kita gagal hari ini, tapi marilah kita bersemangat untuk meraihnya lagi, sebelum semuanya hilang.”
Inilah caraku menyemangati hidupku. Aku harus semangat, semangat, dan semangat. Sepertinya semangat saja tidak cukup. Ku rasa ada satu hal yang belum aku pahami. Hatiku selalu bertanya-tanya. Sebenarnya apa salahku? Aku selalu bersemangat untuk mendapatkan semua impianku, tapi mengapa aku tidak merasa nyaman? Rasanya semangat di hati ini semakin sesak. Karena hidupku tetap saja seperti ini. Perubahan yang kudapatkan pun tidak lebih baik, malah lebih buruk. Ya Allah,, mengapa hidupku seperti ini? Dalam hati aku selalu menggerutu. Aku tak mengerti, mengapa semangatku malah berakhir dengan penyesalan?. Seakan waktu-waktuku hanya terbuang sia-sia. Aku bingung, tak berdaya, menyesal, marah, perasaanku menumpuk menjadi satu. Aku lelah, sempat ingin ku menyerah. Tapi semangatku untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik tak pernah padam.
Aku terus mencoba untuk bangkit dari keterpurukan dan dari segala masalah yang membebani hidupku. Ingin rasanya aku konsultasi dengan ibuki, namun aku merasa malu, aku sudah banyak menyusahkannya. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke toko buku dan membeli beberapa buku untuk aku pelajari. Aku tertarik pada buku yang berjudul MAN JADDA WAJADA. Buku ini menceritakan tentang perjuangan hidup. Barang siapa yang bersungguh-sungguh dia akan menemukan jalannya. “mungkin jika aku aku membaca buku ini aku bisa merubah kehidupanku” pikirku dalam hati.
MAN JADDA WAJADA. Dilihat dari judulnya saja sudah sangat menarik. Buku yang telah aku baca ini membuatku sadar akan arti sebuah perjuangan. Sedikit demi sedikit aku mulai menerapkan kurikulum yang ada dalam buku tersebut. Aku menjalaninya dengan penuh kesungguhan.
Waktu terus berlalu, dan hari ini adalah hari senin. Tepatnya pelajaran agamalah yang mengisi jam pertama. Sesuai dengan tekatku untuk merubah kehidupan, akupun mengikuti pelajarn dengan sungguh-sungguh. Ketika waktu pelajaran sudah hampir selesai, guru agamaku atau yang biasa dipanggil Pak Zaini itu memberitahukan bahwa minggu depan ada ulangan agama.
Berkata Pak Zaini,”anak-anak, jangan lupa belajar. Minggu depan kalian ulangan harian agam. Jangan sampai nilai kalian jelek lagi, terutama kamu Eka.”
Semua murid yang ada dikelas serempak melihatku. Mungkin ulangan kemarin memang aku yang mendapat nilai terendah. Yang lalu biarkan berlalu, saatnya membuka lembaran baru. Walaupun nilai ulanganku kemarin tidak memuaskan, tapi aku yakin. Kali ini aku tidak akan gagal. Aku harus bisa membuat kedua orang tuaku dan guruku bangga padaku. Beberapa jam kemudian, bel berbunyi nyaring. Pertanda waktu istirahat dimulai. Seperti bisa aku pergi ke kantin sambil membawa buku pelajaran untuk ku baca. Di kantin, teman-temanku bertanya padaku.
“belajar nih?? Takut dapat nilai jelek lagi ya...?” tanya Ifah.
 “iya Fah, aku mau berubah jadi anak yang rajin” jawabku.
“baguslah kalau begitu, semoga sukses ya Ka...” kata Ifah menyemangati.
Tiba-tiba Sherly datang. Berkata Sherly, “hati-hati Ka, kalau nilai kamu jeblok terus, bisa-bisa kamu gak naik kelas. Hahaha, ada manusia yang bertelur” ejek Sherly.
Aku langsung naik pitam, lancang sekali mulutnya berkata seperti itu. “ya jangan bilang gitu dong...!!! tau nggak ?! perkataan itu adalah do’a. Jadi kamu jangan do’ain aku yang enggak-enggak..!!” kataku dengan perasaan marah. Mendengar kata-kataku barusan, Sherly langsung meminta maaf padaku. Aku pun dengan senang hati memaafkannya, “mungkin dia khilaf” pikirku.
Beberapa lama kemudian, jarum jam menunjuk angka 09.45. bel berbunyi pertanda waktu istirahat telah selesai. Aku segera memasuki kelasku, ini adalah pelajaran Bahasa Indonesia. Guruku menyuruhku dan teman-teman lainnya membuat serta membacakan puisi. Aku bingung, karena aku tidak bisa membuat puisi apalagi membacakannya. Tapi aku terus berusaha, hingga akhirnya giliranku maju ke depan untuk membacakan puisi karanganku. Semua mata tertuju padaku, namun aku tetap percaya diri.
“maafkan aku
Yang selalu membuatmu bingung
Yang selalu membuatmu marah
Yang tak pernah membahagiakanmu
Hanya kata maaf yang bisa aku ucapkan”
Begitulah puisinya. Terserah guruku mau menilaiku seperti apa. Yang penting aku sudah berusaha. Aku terdiam sambil memandangi guruku. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya. “sepertinya puisiku buruk” pikirku. Beberapa detik kemudian, guruku bertanya,
“Eka, apa kamu tidak pernah memperhatikan saya saat saya mengajar?”
“emm, memangnya kenapa Pak?” jawabku.
“puisi kamu tidak terlalu buruk, tetapi cara membacamu sangat acak-acakan. Itu tandanya kamu tidak pernah memperhatikan saya” katanya dengan raut wajah yang kesal.
Aku pun jadi takut, “tapi Pak, saya selalu memperhatikan saat Bapak mengajar” kataku mencoba membela diri.
“kalau kamu memperhatikan, seharusnya kamu tahu tentang cara-cara membaca puisi” kata Pak Tio semakin kesal.
“iya pak, saya mengaku salah. Saya minta maaf” kataku dengan ekspresi yang memelas.
“baiklah, jangan diulangi lagi!!!!!” kata Pak Tio memaafkanku.
Aku senang karena aku masih diberi kesempatan kedua. Aku berjanji tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.
Seminggu menjelang ulangan aku terus belajar belajar dan belajar. Hingga kini tiba saatnya aku berjuang untuk nilaiku. Suasananya cukup menegangkan, tapi aku mencoba untuk santai dan percaya diri. Keesokan harinya, guruku mengumumkan hasil ulangan kemarin. Sialnya, semua yang aku targetkan tidak tercapai. Aku marah, kesal, mengeluh, dalam hati ku berkata, “Allah tidak adil, kenapa? Padahal aku selalu belajar, kenapa? Aku selalu bersemangat dan berjuang, tapi kenapa? Susah sekali mendapatkan apa yang aku inginkan, tapi kenapa? Mereka dengan mudahnya mendapatkan sesuatu.
Di tengah kegalauan hatiku, aku menyendiri dalam beberapa minggu, biarkan saja aku bolos dan dihukum oleh guru, aku tak sanggup bertemu siapa saja, jiwaku hancur, hatiku menjerit, seolah meminta keadilan. Di sisi lain, sahabatku yang bernama Linda memberikan semangat hidup untukku. Saat dia ada, aku seakan terlahir kembali.
Dalam waktu yang cukup lama, akhirnya aku dapat melanjutkan hidupku kembali. Linda selalu mendampingiku setiap harinya. Ia sangat perhatian dan tak pernah lelah dalam memotivasi diriku. Dialah teman yang sangat mengertikan aku saat ini. Linda adalah teman sekaligus tetanggaku. Kehidupannya sangat sederhana dan dia selalu ikhlas dalam bekerja. Linda adalah gadis yang selalu tabah dan kuat.
Kegigihan Linda dalam menjalani kehidupan membuatku mengerti apa arti hidup ini. Sedikit demi sedikit, aku mulai belajar dari kehidupan Linda. Linda banyak memberikan pencerahan hidup. Linda juga bercerita tentang kehidupannya padaku. Dan yang paling sering dia ceritakan adalah tentang kedisiplinan dalam bekerja. Di tempat Linda bekerja, kedisiplinan sangat diutamakan. Mulai dari masuk kerja, giliran jam istirahat, sampai saat pulang. Ketepatan waktu selalu dinilai oleh bosnya, tidak tanggung-tanggung, karyawan teladan akan mendapatkan bonus.
Mendengar kata karyawan teladan, aku jadi penasaran. Dan akupun bertanya pada Linda.
“karyawan teladan itu apa ?” tanyaku.
“karyawan teladan itu adalah siswa yang disiplin, tepat waktu, tidak pernah bolos, bahkan selalu hadir dan tentunya ulet bekerja” jawab Linda.
Aku semakin penasaran, berkata aku,”lalu konsekuensinya bagaimana?” tanyaku lagi.
“konsekuensi karyawan teladan teladan adalah diberikan bonus berupa tambahan gaji, sedangkan konsekuensi dari siswa yang tidak disiplin dan malas adalah pemotongan gaji.” Jawabnya dengan tegas.
Setelah mendengar penjelasan dari Linda, kini aku sadar bahwa semua yang kita kerjakan pasti ada balasannya, baik itu perbuatan baik maupun perbuatan buruk. Aku harus mencoba memperbaiki hidupku, aku mulai mencoba disiplin dan tepat waktu. Meskipun merubah kebiasaan buruk tak semudah membalikkan telapak tangan, tapi aku akan tetap berusaha.
Kehidupanku yang tadinya tak karuan, kini menjadi lebih baik. Pekerjaan rumah tidak terlalu berat berkat kedisiplinanku dalam membantu orang tuaku. Begitupun dengan pekerjaan sekolah. Kini sekolah tidaklah terlalu rumit lagi. Karena setiap ada tugas aku selalu disiplin mengerjakannya. Bukan hanya itu, aku yang dulunya selalu mendapat nilai terendah. Kini aku mendapatkan peringkat tertinggi di sekolah. Semua ini berkat kedisiplinanku. Aku tidak pernah terlambat sekolah lagi, selalu mengerjakan tugas dan tentunya dia menjadi anak dan siswa teladan di sekolahnya.
Beberapa hari kemudian, aku menemui Linda dirumahnya. Aku ingin berterima kasih padanya, sungguh berharga kata-katanya itu.
“terima kasih ya Lin, kamu telah membuat hidupku menjadi lebih baik, meskipun dari kedisiplinanku ini tidak membuahkan bonus seperti di tempat kerjamu, tapi aku mendapatkan bonus dari Allah, sebuah perubahan hidup yang menjadikan aku lebih disiplin dan rajin. Hingga akhirnya aku disayangi orang tua, guru-guru, dan sahabat-sahabatku.” Kataku.
“Alhamdulillah, aku senang melihat kehidupanmu yang sudah lebih baik.” Sahut Linda.
Aku dan Linda pun berpelukan dan saling berterima kasih. Berkat pembelajaran sebuah kedisiplinan masalah bisa sedikit terselesaikan. Dari pembelajaran ini, dapat ku simpulkan bahwa hidup tidak akan pernah bisa berubah lebih baik jika kita tidak merubahnya. Aku sadar, semangat dan perjuangan saja tidak cukup, harus disertai dengan kedisiplinan. Hari mulai larut malam, aku pun tertidur dengan pulas.
Keesokan harinya, aku berangkat sekolah seperti biasa. Kebetulan hari ini adaa pelajaran Bahasa Indonesia, yang dipaparkan oleh Bapak Tio.
Bapak Tio menceritakan tentang sebab akibat yang terjadi akibat kebiasaan kita. Dan Pak Tio berpesan agar kita harus bisa memanfaatkan waktu. Satu kalimat yang aku ingat dari pesan Pak Tio adalah, “HIDUPMU ADALAH HARI INI, manfaatkanlah sebaik-baiknya, dengan disiplin dan bersemangat disertai dengan keikhlasan. Bayangkan bila waktu ini tidak kita manfaatkan maka kita akan mendapat penyesalan.” Begitulah kata-kata Pak Tio. Bagaikan berlian yang sangat indah dan bersinar, kata-katanya benar-benar mencerahkan hatiku. Akan ku ingat selalu kata-katamu guruku.
Bel berbunyi dengan kerasnya, pertanda waktu istirahat telah tiba. Aku dan kawan-kawanku beristirahat di kantin. Aku membagikan pengalaman hidupku kepada teman-temanku. Aku menyemangati mereka untuk menjadi lebih baik. Akhirnya aku dan kawan-kawanku disiplin dan rajin, bahkan kami dapat mengharumkan nama sekolahku, bukan itu saja, kedisiplinan pun membuat kami lebih bermanfaat.
Perjuangan, semangat, kedisiplinan, pengalaman jatuh bangun demi meraih kehidupan yang lebih baik telah aku terapkan, meskipun pertamanya gagal, tetapi akhirnya aku bisa bangkit dari keterpurukanku. Dan kini aku dapat membawa perubahan tidak hanya pada diriku. Namun pada kehidupan orang tuaku, teman-temanku, sekolahku dan ingkunganku juga menjadi lebih baik.
Pepatah terakhir
Disiplin Itu Pangkal Sukses
Maka disiplinlah jika kamu ingin sukses di masa depan.
            “Penemuan terhebat dari masa ke masa adalah bahwa kita dapat mengubah masa depan kita hanya dengan mengubah sikap kita”
            Selamat Disiplin